5 kekuatan ajaib Kunci menggapai kesuksesan
dunia dan akhirat
Ada lima kekuatan ajaib dalam kehidupan ini
yang dapat mengantarkan ummat Islam pada kesuksesan dunia dan kesuksesan
akhirat. Lima hal yang terlupakan, yang sebenarnya sudah ada rumusnya dalam ajaran
agama Islam. Kelima rumus tersebur adalah Syukur, Ikhlas, Sabar,
Istiqomah, dan Khusnuzan.Jika lima ajaran ini dapat dipraktekan dengan
benar, maka pintu kesuksesan dan kebahagiaan akan terbuka.
1.
Kekuatan Istiqamah
Mengapa Istiqamah?
Allah swt. Berfirman
: ”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah”
kemudian mereka (beristiqamah) meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan: ”Janganlah kamu takut dan janganlah kamu
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu.” (QS Fushshilat:30)
Banyak kaum muslimin dewasa ini yang hanya berhenti pada larik
pertama ayat ini : ”Tuhan kami ialah Allah” dan menyatakan pengakuan dengan bersaksi
bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad saw adalah Rasul utusan Allah
swt.
Namun kita jauh dari larik kedua : ”Kemudian mereka beristiqamah
meneguhkan pendirian mereka”, padahal Allah swt telah berjanji-dan janjiNya
pasti benar dan tepat adanya bahwa jika kita istiqamah, maka malaikat akan
turun menghampiri kita sembari menghibur kita, ”Janganlah kamu takut dan
janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah
dijanjikan Allah kepadamu”.
Kesedihan dan ketakutan jauh dari orang-orang
yang istiqamah. Mereka selalu riang
dengan hadiah surga yang dijanjikan dan menikmati kucuran rezeki yang tiada
habisnya, sebagaimana janji Allah swt. ”Dan bahwasanya jikalau mereka
tetap berjalan lurus diatas jalan itu, benar-benar Kami akan memberi minum
kepada mereka air yang segar. Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan
dimasukkan-Nya kedalam azab yang amat berat.” (QS Jin:16-17)
Dari sinilah muncul istilah populer :
Istiqaamatu khairu min alfi karomah
”Istiqamah lebih baik
daripada seribu karomah.”
Bagaimana cara Istiqamah?
Satu-satunya cara ideal dalam hal ini adalah meneladani laku
Rasulullah saw sebagai teladan bagi umatnya, sebab beliaulah orang pertama yang
menempuh jalur lurus istiqamah.
Firman Allah
swt. ”Maka tetap (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu.” (QS Hud:112).
Tidak hanya berhenti disitu, namun Allah swt. melanjutkan
titahnya: ”dan orang yang telah taubat beserta kamu.”
Jalur istiqamah bertentangan dengan jalur thughyan
(penyimpangan), sebagaimana lanjutan titah yang menjadi penutup ayat: ”dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”
Allah swt. sekali lagi menegaskan hal tersebut kepada RasulNya
dengan firman: ”Maka karena itu serulah dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS
Asy-Syura : 15).
Perintah ini diikuti dengan perintah untuk menjaga konsistensi,
istiqamah.
”Katakanlah:
”Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang
lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukanNya.” (QS Fushshilat : 6).
1.
ISTIQAMAH DALAM HATI
(1) Kekuatan Niat
Diriwayatkan dari Ibnu’Abbas ra, dari Rasulullah saw sebagaimana
yang diriwayatkannya dari Tuhannya Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi, Rasulullah
saw bersabda :
”Sesungguhnya Allah
menulis amal-amal kebajikan dan amal-amal keburukan, kemudian menjelaskan hal
tersebut; bahwa barangsiapa yang berniat ingin melakukan suatu kebajikan, lalu
ia urung melaksanakannya, maka Allah telah mencatatnya sebagai satu kebaikan
penuh disisi-Nya, dan barangsiapa yang berniat ingin melakukan dan benar-benar
melaksanakannya, maka Allah azza wa jalla mencatatnya disisi-Nya sebagai
sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat. Sementara jika ia berniat
melakukan suatu keburukan (kejahatan), lalu urung menjalankannya, maka Allah
mencatatnya sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya, dan jika ia berniat
melakukannya dan benar-benar menjalankannya, maka Allah hanya mencatatnya
sebagai satu keburukan.” (HR.Bukhari Muslim)
Niat adalah pangkal amal. Karenanya, banyak kitab hadis yang
membuka lembarannya dengan hadis populer yang dinyatakan mutawatir oleh
sebagian imam hadis :
Innamaa a’malu binnayyati wa innamaa imriimaanawa famankaanat
hijratuhu ilallahi warusulihi fahijratuhu ilallahi warusulihi famankaanat
hijratuhu ila dunya yusiibuhaa aw imraatiyyatazawwajuhaa fahijratuhu ila maa
hajara ilaihi
”Sesungguhnya segala
amal perbuatan tergantung niat, dan sesungguhnya setiap orang memperoleh apa
yang diniatkannya. Barangsiapa yang berhijrah demi Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya demi Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah demi
memperoleh harta atau demi mengawini seorang wanita, maka hijrahnya demi apa
yang ia hijrahi.”
Hadis ini mengingatkan setiap mukmin untuk sebisa mungkin
berniat melakukan kebaikan di setiap waktu, sebab niat seorang mukmin lebih
baik daripada amalnya. Jika bisa mengelola dengan baik, kita bisa mengeruk
banyak sekali pahala dari niat kita, sebab bagaimanapun kemampuan kita
melakukan amal kebaikan terbatas oleh ketersediaan waktu, kemampuan finansial,
dan hal-hal teknis lainnya. Oleh karena itu, kita musti menata hati dengan
niat-niat yang baik, dan jika menemukan tendensi pada selain Allah dalam
niatnya, maka kita musti cepat-cepat meluruskannya.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiyallahu
anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda :
”Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. (HR.Bukhari Muslim).
Ini adalah konsep sukses luar biasa. Bagaimana agar niat membawa
hasil? Hadits ini memang sedang berbicara keikhlasan. Namun makna hadis ini
begitu luas, bisa diaplikasikan dalam bidang kehidupan lainnya. Sebagai contoh
saat sahabat Nabi saw, Abdurrahman bin’ Auf, berniat akan mendapatkan rezeki
dan pergi kepasar, maka beliau pulang dengan membawa rezeki yang berlimpah.
Orang sukses selalu meniatkan hasil yang besar. Dia tidak suka
bertransaksi untuk hasil yang sedikit. Inilah konsep yang disebut dengan
berpikir besar. Niatkanlah hasil yang besar maka anda akan mendapatkan sesuatu
yang besar dan menjadi orang yang besar. Jangan membatasi diri sendiri, sebab
bisa jadi batas yang anda tetapkan terlalu kecil dibanding potensi anda
sebenarnya.
Niat tidak akan membawa hasil jika ada
penghalang niat tersebut. Apa saja yang dapat menghalangi niat?
1. Tidak khusyu’
Seringkali orang berniat hanya di mulut saja. Niat tempatnya
dihati, di pikiran kita paling dalam. Jadi saat anda berniat cobalah
benar-benar serius sampai menghujam ke dalam hati sanubari anda.
2. Melupakan niat
Jika anda lupa dengan niat anda, artinya anda tidak serius
dengan niat anda. Jika tidak serius, bagaimana anda bisa mendapatkan apa yang
anda niatkan. Dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang
dia niatkan. Salah seorang ulama mengatakan bahwa kita akan mendapatkan sesuai
dengan kadar niat kita.
3. Keraguan
Bagaimana kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan jika kita
ragu? Abdurrahman bin ’Auf pergi ke pasar diiringi niat yang mantap.
Lalu bagaimana agar niat membawa hasil sesuai
dengan yang diniatkan?
1.Kejelasan niat.
Anda mau apa? Kejelasan niat sangat penting, sebab jika tidak
jelas, anda juga tidak akan mendapatkan kejelasan bagaimana meraih niat
tersebut. Jika anda mencari nafkah, niatkanlah sebagai ibadah dan niatkan pula
untuk mendapatkan rezeki yang berkah. Berkah artinya membesar dan terus
mengalir (seperti mata air).
2. Visualisasikan niat anda
Ini untuk menguji kejelasan niat anda dan mengkomunikasikan niat
anda dengan semesta, pikiran bawah sadar, dan tubuh.
3. Berdo’alah
Untuk mendapatkan niat tersebut dengan penuh keyakinan. Siapa
yang berdo’a dengan yakin, maka Allah akan mengabulkan do’anya.
4. Bertawakallah kepada Allah
Anda sudah punya niat, anda sudah berdo’a maka selanjutnya anda
bertawakal kepada Allah agar anda diberi petunjuk, dibantu oleh Allah dengan
menampakkan apa saja yang kita perlukan, mendekatkan kita dengan orang yang
akan membantu kita, memperlihatkan peluang dihadapan kita, dan mengalihkan ide
brilian di kepala kita.
5. Bertindaklah dengan cepat dan dengan penuh
determinasi
Pernahkah anda mempunyai ide tetapi didahului oleh orang lain?
Karena mereka bertindak lebih cepat dan penuh determinasi dalam mewujudkan ide
mereka yang kebetulan sama dengan anda. Oleh karena itu, saat anda memiliki
ide, peluang begitu terbuka, sumber daya menghampiri anda, bertindaklah dan
terus bertindak dengan kecepatan tinggi. Anda tidak perlu mengetahui rencana ke
depan secara detil dan lengkap. Jika anda tahu apa yang harus anda lakukan
sekarang, maka lakukanlah, itu sudah cukup. Anda akan mendapatkan petunjuk lagi
setahap demi setahap.
Niat dalam bahasa populer adalah visi, atau lebih tepatnya
adalah keinginan.
Muhammad Ali mengatakan bahwa sang juara dihasilkan dari keinginannya yang
mendalam
(kuat),
Dennis Waitley mengatakan bahwa pemenang selalu akan
mengatakan ”saya akan” dan ”saya bisa”.
Niat itu pekerjaan pikiran. Memang tidak nyata tetapi akan
membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan anda jika di pikiran anda sudah
terkondisikan seperti yang dijelaskan diatas.
Kita sudah diberitahu oleh Rasulullah saw sejak 15 abad yang
lalu. Namun sayang banyak diantara kita yang melupakan kekuatan niat untuk
sukses di dunia. Marilah kita manfaatkan kekuatan niat untuk meraih kebaikan di
dunia dan di akhirat serta terbebas dari api neraka.
Hubungan Niat dan Ikhlas
Allah swt berfirman :
”Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di
akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS Huud
: 15-16)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallahu ’alaihi wasallam bersabda
:
Sesungguhnya orang
yang pertama kali diputuskan perkaranya di hari kiamat adalah seseorang yang
mati syahid di jalan Allah, maka dia didatangkan, dan diperlihatkan kepadanya
segala nikmat yang telah diberikan kepadanya di dunia, lalu ia mengenalinya,
maka Allah berkata kepadanya: apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini?
Maka orang ini menjawab: aku berperang di jalan-Mu sampai mati syahid, maka
Allah berkata: kamu berdusta, akan tetapi kamu berperang agar dikatakan bahwa
kamu adalah seorang pemberani, dan yang sedemikian itu telah diucapkan (kamu
telah dipuji-puji sebagai imbalan apa yang telah kamu niatkan) maka
diperintahkan supaya dia diseret diatas mukanya sampai dilemparkan di api
neraka, dan seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan menghapal
al-Qur’an, lalu ia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya segala nikmat yang
telah dikaruniakan kepadanya di dunia, maka diapun mengenalinya, maka dikatakan
kepadanya: apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini? Maka dia menjawab:
aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan membaca
al-Qur’an untuk-Mu. Maka Allah berkata: kamu berdusta, kamu belajar dengan
tujuan agar engkau seorang alim, dan engkau membaca/menghapal al-Qur’an supaya
dibilang engkau seorang penghapal/pembaca al-Qur’an yang baik, dan semua itu
sudah dikatakan (kamu telah mendapatkan pujian yang kamu harapkan sebagai
imbalan niatmu) lalu diperintahkan agar dia diseret diatas mukanya sehingga dia
dilemparkan ke api neraka, dan seseorang yang Allah berikan kepadanya keluasan
rizki dan diberikan kepadanya segala macam harta, lalu dia didatangkan dan
diperlihatkan kepadanya segala nikmat yang telah diberikan kepadanya dan dia
mengenalinya, maka Allah berkata kepadanya: apa yang kamu kerjakan dengan
nikmat ini? Maka dia menjawab: aku membelanjakan harta itu dijalan Allah, maka
Allah berkata: kamu berdusta, akan tetapi kamu melakukan itu agar kamu dibilang
bahwa kamu adalah seorang dermawan dan yang sedemikian itu telah dikatakan
(kamu telah mendapat pujian tersebut di dunia sebagai imbalan dari niatmu itu)
lalu diperintahkan agar dia diseret di atas mukanya sehingga dia dilemparkan ke
api neraka. (HR.Muslim)
power of istiqomah
Tiga
Kunci Utama Raih Kesuksesan dan Kebahagiaan
Senin, 26 Mei 2014 - 12:02 WIB
Yang menyebabkan umat Islam
belum mampu unggul atas umat lain, karena umat Islam sendiri belum
sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah
SIAPA manusia yang lahir ke dunia ini yang tidak
ingin sukses, semua pasti sangat menginginkannya. Tetapi, faktanya kenapa
banyak orang gagal?
Semua itu bukan karena mereka
tidak pintar, tidak punya kesempatan atau tidak kaya. Yang terjadi adalah
mereka tidak memegang kunci utama untuk sukses dalam belajar dan berkarya di
masyarakat.
Jika dikatakan bahwa setiap
pintu ada kuncinya, demikian pula halnya dengan setiap urusan, termasuk urusan
kesuksesan. Semua ada kuncinya. Lantas apa kunci utama untuk sukses itu?
Jika mengacu pada apa yang
Allah sampaikan di dalam Al-Qur’an, maka setidaknya ada tiga kunci utama untuk
meraih sukses belajar dan berkarya di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Membaca
Bagaimana seorang Muslim akan
bisa memegang kunci utama sukses bila ia sendiri tidak mengetahui apa itu kunci
utama. Dalam konteks ini maka membaca sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Apalagi, secara historis ayat
pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wasallam
adalah perintah tentang membaca. Dengan kata lain, idealnya setiap Muslim itu
minimal memiliki kecintaan atau tradisi membaca.
Hal ini telah dicontohkan oleh
generasi sahabat dan ulama salafus-shalih. Utamanya dalam membaca Al-Qur’an.
Para sahabat bahkan tidak sekedar membaca tetapi sangat antusias mengamalkan
bacaan Al-Qur’annya, sehingga wajar jika mereka tidak pernah dilanda kegalauan
dan kebingungan.
Dari generasi ulama terdahulu
kita bisa lihat dari apa yang diteladankan oleh Imam Syafi’i. Kita bisa
bayangkan, dalam usia 7 tahun sudah bisa hafal Al-Qur’an dan pada usia 9 tahun
sudah bisa menghafal sebuah buku yang ditulis Imam Malik.
Hal ini menjadi satu bukti kuat
bahwa membaca adalah kunci utama untuk sukses belajar dan berkarya di
masyarakat. Dan, hasilnya pun bisa terbukti, kala dewasa Imam Syafi’i tidak
saja mampu menulis kitab yang dibutuhkan zamannya tetapi juga menjawab
tantangan kaum orientalis yang hendak mengobrak-abrik tatanan keilmuan Islam di
bidang fiqh dan usul fiqh.
Jadi, mulai sekarang canangkan
semangat untuk gemar membaca, utamanya membaca Al-Qur’an, Hadits, Sejarah Nabi
serta sahabat, dan buku-buku yang bermanfaat dalam membangun semangat kita
untuk menjadi Muslim yang bermanfaat dalam kehidupan ini. Karena membaca adalah
salah satu kunci utama untuk sukses belajar dan berkarya di masyarakat.
Jika kita memang benar-benar
mengikuti sunnah Nabi Muhammad dan berpegang di atas prinsi ahlussunnah wal
jama’ah sudah semestinya kita mengisi hari-hari kita dengan senantiasa gemar
membaca.
Bersungguh-sungguh
Setelah membaca, kita mesti
bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah agama. Mulai dari yang bersifat
wajib, sunnah atau pun hal-hal tertentu yang bisa meningkatkan kualitas diri
kita sebagai Muslim yang bertakwa.
Kata bijak mengatakan, “Setiap
manusia berangkat dari titik yang sama, dan yang membedakan hasil dan posisi
nantinya adalah tingkat kesungguhannya.”
Seperti kita ketahui, yang
menjadikan pribadi sahabat di zaman Nabi unggul bukan karena mereka cerdas atau
lengkap fasilitas, tetapi karena mereka bersungguh-sungguh menjalankan ajaran
Islam secara kaffah.
Sebaliknya hari ini, yang
menyebabkan umat Islam belum mampu unggul atas umat lain, karena umat Islam
sendiri belum sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah.
Baik dalam konteks individu maupun kolektif, sehingga Islam tidak
termanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, untuk saat ini
mari fokuskan pada diri kita masing-masing untuk bersungguh-sungguh dalam
mengisi hari-hari sesuai tuntunan Rasulullah. Mulai dari bersungguh-sungguh membaca,
mengkaji, menggali dan mendalami Al-Qur’an dan Sunnah berikut mengamalkannya,
sampai benar-benar sungguh-sungguh dalam menempa diri untuk menjadi Muslim yang
berkualitas dan bermanfaat.
Apabila ini bisa kita lakukan,
insya Allah akan ada jalan dari sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana janji-Nya;
وَالَّذِينَ
جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.” (QS:
Al-Ankabut [29]: 69).
Dan, dalam pepatah Arab
dikatakan, “Man Jadda wajada” (siapa yang bersungguh-sungguh niscaya
akan sampai).
Istiqomah
Setelah membaca, kemudian bersungguh-sungguh,
langkah selanjutnya adalah istiqomah (konsisten). Ide besar apa pun dan tenaga
sekuat apa pun jika tidak konsisten dalam menjalaninya tidak akan memberikan
dampak sedikit pun. Karena itu kunci utama yang tidak kalah pentingnya adalah istiqomah.
Dalam pepatah bijak kita
dikatakan, “Belakang parang pun, bila diasah setiap hari akan tajam juga.”
Artinya, siapa pun, dari mana pun, keturunan siapa pun kalau memang istiqomah
dalam menempa dirinya dalam ketaatan akan sukses juga.
Hal itulah yang dilakukan oleh
Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulullah yang sebagian orang menyebutnya
sebagai budak. Karena istiqomah meneladani Nabi, ia bisa menjadi seorang
jenderal pasukan Muslim. Pun demikian dengan putranya, Usamah bin Zaid yang
dipercaya Rasulullah menjadi panglima pasukan Muslim kala menghadapi tentara
Romawi.
Jadi, istiqomah itu sangat luar
biasa. Orang biasa akan jadi luar biasa dengan istiqomah. Orang tidak
diperhatikan akan tumbuh menjadi pribadi yang diperhitungkan dengan istiqomah.
Oleh karena itu, istiqomahlah dalam iman, takwa dan peningkatan kualitas diri.
Sebab, segala kesulitan kuncinya ada pada keistiqomahan. Allahu A’lam.*/Imam
Nawawi,Pimred Majalah Mulia
10 RAHASIA SUSKES ORANG JEPANG
Telah
kita ketahui dan saksikan Negara Jepang adalah negara maju yang sangat hebat
dan berjaya. Namun gempa dan tsunami yang melanda negeri matahari itu
menghancurkan sebagian besar wilayah jepang yang berdampak pada
perekonomiannya. Akan tetapi sepertinya tidak perlu lama bagi jepang agar bisa
kembali menguasai perekonomian dunia, karena Jepang dikenal memiliki rakyat
yang sangat luar biasa ulet. Banyak orang-orang sukses berasal dari Jepang.
Akan
tetapi ternyata penyebab majunya mereka sudah diajarkan dalam agama Islam jauh
sebelum negara Jepang ada. Kita bisa berkaca kepada sejarah, di mana belum ada dalam sejarah
dunia, yang bisa menguasai sepertiga dunia hanya dalam waktu 30 tahun. Itulah
masa para Khalifah Rasyidin. Kaum
muslimin sendiri yang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga inilah yang
diberitakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ
بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ
وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى
تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika
kalian berjual beli dengan cara ‘inah, memegangi ekor-ekor sapi [sibuk
berternak, pent], dan menyenangi pertanian dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan
pada kalian kehinaan, tidak akan mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali
kepada agama kalian”.[1]
Berikut
kita bahas, bahwa apa yang menjadi penyebab majunya mereka ternyata ada dalam
ajaran Islam sejak dahulu.[2]
1.Malu
#“Malu
adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri
dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu
ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit
berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pemimpin yang terlibat
korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah
anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik
kelas. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan
ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.”#
Malu
yang terpuji jelas adalah ajaran Islam. Bahkan jelas dan tegas dari sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ
خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.
Dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
اَلْـحَيَاءُ لاَ
يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.
Dalam
riwayat Muslim disebutkan,
اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ
كُلُّهُ.
Bahkan
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah
orang yang paling pemalu. Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu
anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِـيْ خِدْرِهَا.
2.Mandiri
#“Sejak
usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Bahkan seorang anak TK sudah harus membawa
3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti,
buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Lepas
SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada
orang tua. Biasanya mereka mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan
kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang
tua yang nantinya akan mereka kembalikan di bulan berikutnya.”#
Anjuran
untuk berusaha sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain adalah ajaran
agama Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يَأْخُذَ
اََحَدُكُمْ اَحْبُلَهُ ثُمَّ يَاْتِى الْجَبَلَ فَيَاْتِىَ بِحُزْمَةٍ مِنْ
حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِخِ فَيَبِيْعَهَا فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌلَهُ
مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ اَعْطَوْهُ اَوْ مَنَعُوْهُ.
“Sesungguhnya,
seorang di antara kalian membawa
tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di
punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah
lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau
tidak”.[7]
Demikian
juga nabi Dawud, seorang Raja besar, tetapi ia tetap makan dari hasil kerjanya
yaitu mengolah besi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا اَكَلَ
اَحَدٌطَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِْهِ, وَاِنَّ
نَبِيَّّ اللهِ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِْهِ.
“Tidaklah
seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri, sedang
Nabi Daud Alaihissalam juga makan dari hasil usahanya sendiri”.[8]
3.
Pantang menyerah
#“Sejarah
membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang
menyerah. Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah
dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen).
Akio
Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete
Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan
Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama
shippaigaku (ilmu kegagalan).”#
Semangat
dan pantang menyerah!! Ini adalah ajaran Islam.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
احرص على ما ينفعك،
واستعن بالله ولا تعجزن، وإن أصابك شيء فلا تقل لو أني فعلت لكان كذا وكذا؛ ولكن
قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان
“Bersemangatlah
kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada
Allah dan jangan merasa lemah (pantang
menyerah). Dan jika meminpamu sesuatu maka jangan katakan andaikata dulu
saya melakukan begini pasti akan begini dan begini, tetapi katakanlah semua
adalah takdir dari Allah dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi.”[9]
Ada
tawakkal dalam ajaran Islam, lihat bagaimana motivasi RasulullahShallallahu
‘alaihi wa sallam agar kita
mencontoh burung dalam berusaha, burung tidak tahu pasti di mana ia akan
mendapat makanan, akan tetapi yang terpenting bagi burung adalah ia berusaha
keluar dan terbang mencari.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ
تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ
تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
”Seandainya kalian betul-betul
bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana
burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan
lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”[10]
“selalu ada Jalan”. ya, ini juga adalah
ajaran Islam. Jika kita berusaha dan tawakkal, maka kita akan medapat jalan
keluar dari arah yang tidak kita sangka-sangka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.” (At-Thalaq:
3)
4.Loyalitas
#”Loyalitas
membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi.
Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang
yang berpindah-pindah pekerjaan.”#
Dalam
ajaran Islam seorang muslim diajarkan agar mematuhi persyaratan yang telah
mereka sepakati. Jika dalam suatu perusahan mereka bekerja, maka mereka harus
mematuhi persyaratan perusahaan yaitu harus mencurahkan yang terbaik serta
loyal dengan perusahaan teresebut selama tidak melanggar batas syariat.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
المُسْلِمُوْنَ عَلَى
شُرُوطِهِمْ
5.Inovasi
#”Jepang
bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan
orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.’#
Islam
juga mengajarkan agar kita mengembangkan Ilmu dan belajar (bukan inovasi dalam
urusan agama = bid’ah). Bahkan kedudukan orang yang berilmu tinggi baik. Baik
Ilmu dunia maupun akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)
6.
Kerja keras
#“Sudah
menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam
kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan
dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870
jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pekerja Jepang boleh
dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.
Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang,
dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh
perusahaan.”#
Kerja
keras juga Ajaran Islam. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallammengajarkan
kita berlindung kepada Allah dari sifat malas,
اللَّهُمَّ إِنِّى
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
kelemahan, rasa
malas, rasa
takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung
kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).”[12]
Bahkan
kita harus bersegera dalam kebaikan untuk diri kita.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَبِقُواْ
الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”. (Al-Baqarah: 148)
وَسَارِعُواْ إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa” (Al-Imran:133)
7.Jaga
tradisi, menghormati orang tua dan Ibu Rumah Tangga
#“Perkembangan
teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan
budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada
dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang.
Kalau suatu hari Anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka
jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.”#
Tentu
saja tradisi yang baik yang dilestarikan. Tradisi yang sesuai dengan nilai
luhur dan ajaran Islam. Ajaran Islam juga melertarikan tradisi yang baik.
Sebagaimana tradisi orang Arab Jahiliyah yang memuliakan tamu, menepati janji
dan sumpah walaupun sumpah itu berat sekali. Bahkan adat/tradisi bisa dijadikan
patokan hukum dalam ajaran Islam. Sebagaimana kaidah fiqhiyah.
العادة مجكمة
“Adat/tradisi dapat
dijadikan patokan hukum”
Syaikh
Doktor Muhammad Al-Burnu Hafizahullah menjelaskan makna kaidah ini,
“Bahwasanya adat manusia jika tidak menyelisihi syari’at adalah hujjah dan
dalil, wajib beramal dengan konsekuensinya karena adat dapat dijadikan hukum”.[13]
Mengenai
perempuan yang sudah menikah dan tidak bekerja (IRT), ini juga ajaran utama
agama Islam (Ibu rumah tangga bukan pekerjaan yang sepele dan hina, akan tetapi
adalah sebuah kehormatan dan butuh pengorbanan yang akan melahirkan dan
mendidik generasi terbaik).
لا تمنعوا نساءكم
المساجد وبيوتهن خير لهن
“Janganlah
kalian melarang istri-istri kalian pergi ke masjid-masjid, dan rumah-rumah mereka lebih
baik bagi mereka”[14]
Mengenai
menghormati orang tua. Jelas ini ajaran Islam. Bahkan digandengkan dengan ridha
Allah.
Allah
Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ
لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu
telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada
ibu-bapak. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan
penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (Al-Israa’ : 23-24)
8.Budaya
baca
#“Jangan
kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik),
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku
atau koran.Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di
densha untuk membaca”#
Ayat
yang pertama kali turun adalah perintah membaca. Ini adalah ajaran Islam.
Alla
Ta’ala berfirman,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” (Al-Alaq: 1)
Begitupula
jika kita membaca teladan para ulama, misalnya syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullah yang membaca setiap hari 12 jam.
Begitu juga ulama yang lain, ada yang membaca sambil berjalan, hingga ia
terperosok dalam lubang. Ada yang membaca sampai ia tertidur dengan buku di
atas wajahnya.
9 Hidup
hemat
#“Orang
Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme
berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai
kehidupan di Jepang, mungkin kita sedikit heran dengan banyaknya orang Jepang
ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30, dan ternyata sebelum tutup
itu pihak supermarket memotong harga hingga setengahnya.”#
jelas
ini ajaran islam, hemat dan berusaha qona’ah. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ إِذَا
أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan
(hartanya), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan: 67)
10.Kerjasama
kelompok
#”Budaya
di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat
individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim
atau kelompok tersebut.
Ada
anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor
Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang
professor Jepang yang berkelompok”.”#
Anjuran
untuk bekerja sama adalah ajaran Islam. Saling membantu dalam kebaikan dan
pahala.
Allah Ta’ala berfirman,
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah: 2.)
Syaikh
Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan,
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى} أي: ليعن بعضكم بعضا
على البر. وهو: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه، من الأعمال الظاهرة والباطنة،
من حقوق الله وحقوق الآدميين.
“Hendaknya
sebagian kalian menolong sebagian yang lain dalam al
birr, dan ia adalah sebuah kata yang mencakup setiap apa yang
dicintai oleh Allah dan diridha-Nya berupa amalan-amalan yang lahir dan batin
dari hak-hak Allah dan manusia.“[1]
Dan
Allah memerintah kita agar bersatu dan bekerja sama,
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ
اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Dan
berpeganglah kalian dengan tali Allah seluruhnya, dan jangan bercerai-berai” (Ali ’Imran : 103)
Demikian,
semoga bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
@perpus
FK UGM, 2 Jumadal Awwal
Penyusun:
Raehanul Bahraen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar